Sebenarnya korelasi judul
dari frasa dan kata tersebut tidak ada, namun bila dihubungkan dengan
pergerakan ataupun kecepatan, pastilah ada. Kita tahu Usain Bolt sebagai
manusia tercepat sampai saat ini yang bisa mencapai 100 meter dalam 9,7 detik
dengan kondisi tidak ada halangan atau itu diukur pada lintasan lari. Nah,
bagaimana dengan Awan panas? Pergerak
awan panas bisa mencapai 200 km/jam atau dalam detik sekitar 200 m/detik. Bayangkan,
saat seorang manusia biasa berlari dikejar awan panas, bahkan seorang manusia
yang mempunyai kecepatan 10x lebih cepat dari Usain Bolt masih kalah dengan
awan panas. Tapi apabila dia seseorang bisa menjelma menjadi cheetah mungkin
bisa saja lolos dari kejaran awan panas karena kecepata ncheetah ini bisa
sekitar 200 km/jam. Hehehe. Tapi itu hanya sekedar intermezzo dan analogi untuk
lebih memhami kecepatan dari awan panas yang sangat mematikan ini.
Mendengar berita
tentang Gunung Sinabung tadi malam yang telah menelan korban lagi, seakan jatuh
dilubang yang sama seperti bencana guguran awan panas bulan Januari 2014 lalu
yang memakan korban. Pertanyaan yang timbul pada kejadian ini ialah apa memang
tidak ada antisipasi terhadap bencana gunung api Sinabung? Apa tidak ada risiko
bencana gunung api Sinabung? Apa tidak ada kerentanan bencana gunung api
sinabung? Atau apakah tidak ada sosialisasi kebencanaan terhadap masyarakat di
sekitar Gunung sinabung dari pihak terkait? Sehingga apabila ada warga
disekitar gunung sinabung sekalipun dia mampu berlari 20 kali lebih cepat dari
Usain Bolt bisa selamat dari awan panas atau yang sering di sebut Wedhus Gembel
ini.
Menurut saya, jawaban
dari pertanyaan itu semua ADA. Sudah jelas dari pihak BNPB, PVMBG, ESDM maupun
dari pihak manapun mengeluarkan informasi, reformasi, penataan, dan manajemen
kebencanaan gunung api. Oke! Bencana gunung api memang bersifat intrinsik yang
tidak dapat di cegah dan dan dihindari meletusnya, sehingga memang harus
dilaksanakan upaya penanggulangan dan resiko bencana.
Yang perlu dilakukan
dalam penanggulang dan risiko bencana ini ialah menelaah dan mengetahui sifat
dan karakteristik dari gunung Sinabung. Dibandingkan dengan Gunung Merapi, Indek Meletus nya lebih besar dibandingkan dengan Gunung Sinabung. Jika Merapi Indeks letusannya (baca: disini ttg Indek Letusan Gunung) pada VEI 3, Sinaung hanya pada VEI 2. Tetapi bisa sampai menelan korban demikian. Bukan mengatakan pada indeks meletus di besaran itu berarti tidak apa-apa, tetapi kita mesti dan harus TETAP menaati peraturan yang diberlakukan disana. Risiko bencana terbesar dari Gunung
Sinabung ini bukanlah erupsi aliran lavanya, karena jelas kecepatan aliran
erupsi aliran lava gunung Sinabung ini tidak secepat aliran awan panas.
Download versi aslidari http://www.vsi.esdm.go.id (gratis) |
Nah,
penanggulangan bencana dan risiko ini ya dengan mematuhi semua aturan dan
memahami manajamen bencana Gunung Sinabung. Adakalanya kita saat kita mengerti bahwa
awan panas adalah hasil erupsi gunung api yang paling mematikan. Terbukti dari
timbulnya atau keluarnya awan panas sulit untuk diprediksi tidak semudah erupsi
aliran lava yang bisa dikenali dari pola aliran menuju ke arah mana dan sejauh
berapa kilometer bisa mengalir. Awan panas juga sulit untuk diprediksi seberapa
lama dan kapan berhentinya.
Jika kita menelaah kondisi bencana Pompeei (baca disini dan disini tentang Pompeii) yang pernah terjadi sekitar 2000 tahun lalu banyak bahkan sampai ribuan korban
adalah karena Awan panas. Ketika tangan kita terkena ceret tempat memasak air
saja sudah sangat panas dan kulit tangan
bisa melepuh akibat panas dari logam seng, bagaimana lagi dengan ketika logam
seng terkena awan panas dimana titik lebur logam seng ini pada 420ºC, dan panas dari awan
panas (wedhus gembel ) ini bisa mencapai 600ºC(G.Merapi) dan pada kondisi terdahsyat
suhu dari awan panas ini bisa mencapai 1075ºC atau 10x panas dari air mendidih. Sehingga
saat awan panas bergerak di permukaan bisa menghancurkan apa saja, dan apabila
terkena atau terhirup manusia sekita bisa meninggal. Bayangkan, sekalipun awan
panas ini belum mengenai manusia tapi akibat suhu sepanas itu akan memicu
naiknya suhu dari udara sekitar sehingga sekalipun awan panas ini belum
mengenai manusia, saat melakukan proses pernafasan dengan menghirup oksigen
dengan suhu tinggi akan membununh seseorang. Sama seperti yang dialami korban
Letusan Gunung St. Pierre tahun 1902 (baca disini ttg Bencana St. Pierre ) yang menahan panas pada paru-parunya yang
akhirnya meninggal. Dan demikian juga korban pada letusan Merapi akibat awan
panas yang mencapai sekitar 100 orang korban.
Baiklah,
harapan dari kita semua ialah jangan sampai terulang lagi kejadian yang bisa
sampai menelan korban. Karena bagaimanapun juga bencana gunung api bisa
diprediksi tidak sperti bencana Tsunami yang terjadi secara tiba-tiba. Dengan kata
lain PATUHI SAJA setiap peraturan, manajemen, informasi, rekomendasi dari para
pakar maupun badan-badan pemerintah yang telah bertugas pada kebencaanaan demikian.
Karena kita hidup dimana tidak cukup hanya pintar, tapi harus pintar-pintar,
pintar-pintar dalam menaati peraturan, pintar-pintar dalam membaca informasi,
dan semuanya. Jadilah manusia yang bijaksana bukan tetap membiarkan keegoisan
dan kesombangan bertumbuh. Trimakasih.
Silahkan tinggalkan komentar.